SEPUTARINDO-Wajo- Sempat beredar di media sosial Facebook tentang pasangan suami istri yang bayinya belum diizinkan keluar oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lamaddukkelleng Sengkang, karena keluarga belum mampu membayar biaya persalinan.
Tulisan yang diposting oleh akun Facebook pada Jum'at (7/01/2022) tersebut kemudian ramai di bagikan di platform media sosial lainnya seperti Whatsapp Grup sehingga membuat netizen memberikan respon yang bermacam-macam.
Menanggapi hal tersebut, Direktur RSUD Lamaddukkelleng, Andi Ela Hafid menegaskan bahwa tidak ada niat untuk "menyandera" pasien.
Kronologinya adalah pasien partus untuk tindakan SC a.n Ibu Asmarani pada saat masuk tanggal 4/01/2022, yang bersangkutan mengaku peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI), namun tidak memiliki kartu.
Petugas kemudian memberikan petunjuk dan melakukan pendampingan untuk mengurus kepesertaan BPJS nya sampai 3 kali 24 jam, namun ternyata belum terbit sampai batas waktu tersebut.
"Kita sudah memberikan banyak sekali kebijaksanaan untuk meringankan pasien, misalnya segera menutup sistem billing saat mengetahui BPJS yang bersangkutan belum terbit supaya biaya tidak terus bertambah. Namun, kita juga harus membayar jasa medis dari dokter dan dokter ahli serta petugas lainnya," ucap Andi Ela saat dikonfirmasi, Sabtu (8/01/2022) malam.
Andi Ela menyampaikan bahwa inilah pentingnya kita harus mengurus penerbitan kepesertaan BPJS karena kita tidak tahu sewaktu-waktu akan dibutuhkan.
"Apalagi sejak tahun ini kita tidak lagi berstatus Universal Health Coverage sehingga penerbitan BPJS mandiri, akan aktif setelah 14 hari sejak tanggal penerbitan, sementara untuk PBI akan efektif berlaku setelah 14 hari atau bulan berikutnya," ucapnya.
Sementara Kepala Dinas Sosial P2KBP3A Kabupaten Wajo membenarkan bahwa untuk tahun 2022 ini, karena masih refocussing sehingga anggaran untuk BPJS dimaksimalkan sampai 29 Milyar, sehingga kita tidak lagi berstatus UHC.
"Jadi kita tidak bisa lagi langsung aktif hari itu ketika mengurus BPJS atau KIS. Meski demikian kita tetap mengusulkan ke pusat agar PBI APBD bisa dialihkan ke PBI APBN," ungkapnya.
Untuk kasus Ibu Asmarani, kita sudah komunikasikan ke pihak BPJS untuk dibantu. Dari komunikasi tersebut diketahui bahwa status kepesertaan BPJS yang bersangkutan sebelumnya adalah PBI APBD Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan yang brrakhir tanggal 31 Desember 2021 karena pindah ke Wajo.
Pihak BPJS sudah cukup membantu. Apalagi berdasarkan permenkes 28 tahun 2018 dijelaskan bahwa kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit. Bila pasien berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk melakukan pendaftaran dan pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum.
"Berdasarkan hal itu, ternyata yang bersangkutan baru bisa melengkapi berkasnya pada hari keempat, sehingga tidak bisa lagi terakomodir dalam tanggungan BPJS atau dinyatakan sebagai pasien umum," ucapnya.
Ahmad Jahran juga mengatakan bahwa saat ini pihaknya juga tengah mengupayakan agar bisa membantu meringankan beban yang bersangkutan.
publis Wandi Iwo