SEPUTARINDO--Ketua MPR Bambang Soesatyo mengingatkan semua pihak bahwa curiga tentang adanya skenario mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode sama sekali tidak beralasan. Memasuki tahun kedua masa bhakti MPR sekarang ini, semua agenda kerja dan dua kali Focus Group Discussion (FGD) oleh MPR tak pernah menyoal jabatan presiden.
‘’Jadi, bukan hanya tak beralasan, tetapi saya dapat memastikan skenario itu tak pernah terpikirkan atau mengemuka selama masa kerja MPR sekarang ini. Dalam proses pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), MPR sudah belasan kali mengadakan FGD dengan menghadirkan para akademisi. Satu kali pun kami tak pernah menyoal periode jabatan presiden. Untuk membuktikan atau mencari kebenarannya, silahkan kepada masyarakat untuk menanyakan kepada semua peserta FGD,’’ ungkap Bamsoet.
Bamsoet juga menegaskan bahwa membangun curiga tentang penambahan periode jabatan presiden sama sekali tidak produktif, tidak relevan dengan situasi terkini dan hanya membuat gaduh. Negara-bangsa sedang berjuang mengakhiri pandemi dan memulihkan perekonomian dari perangkap resesi.
‘’MPR concern dengan dua persoalan itu karena berkait langsung dengan kesejahteraan rakyat. MPR juga concern dengan progres transformasi digital di dalam negeri, karena masalah ini berkait dengan kesiapan anak-cucu kita menghadapi perubahan zaman. Saya mengajak semua pihak untuk tetap fokus pada upaya mengakhiri pandemi dan kerja memulihkan perekonomian,’’ kata Bamsoet
Isu presiden tiga periode, kata Bamsoet, hanya skenario halu dari para petualang politik. Sebab, memasuki tahun kedua, MPR Periode 2019-2024 hanya fokus menyiapkan menghadirkan kembali model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yakni PPHN. Sekadar untuk diketahui, amandemen terbatas merupakan Rekomendasi MPR Periode 2014-2019 yang telah 'diamanatkan' kepada MPR Periode 2019-2024. Agenda ini sama sekali tidak menyinggung masa atau periode jabatan presiden.
Menghadirkan PPHN bertujuan menguatkan sistem presidensial. Pemilihan presiden tetap dilakukan secara langsung dengan masa jabatan lima tahun dan bisa dipilih kembali untuk masa lima tahun berikutnya. Labih dari itu, dengan PPHN, negara-bangsa memiliki arah dan perencana pembangunan yang berkelanjutan, dari satu presiden terpilih ke presiden terpilih berikutnya.
MPR periode sebelumnya dan MPR periode sekarang telah melakukan serangkaian diskusi dengan berbagai kalangan, termasuk para tokoh masyarakat, para pimpinan partai politik, pakar, dan akademisi. ‘’Semua diskusi atau FGD itu tak pernah menyinggung penambahan periode jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode,’’ ujarnya.
Kepemimpinan MPR periode sekarang, menurut Bamsoet, telah menyelenggarakan belasan kali FGD dengan tema "Restorasi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila" dan " Reposisi Haluan Negara Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat". FGD bertujuan menerima masukan dari para pakar dan kalangan akademisi.
Mereka antara lain Ketua Forum Rektor Prof. Dr. Arif Satria, Prof Dr Ravik Karsidi MS, Prof Dr Soffian Effendi, Yudi Latif PhD, Prof Dr Ir Satryo Soemantri Brodjonegoro, Prof Dr Karomani MSi, Prof Dr Asep Warlan Yusuf SH MH, Dr KH As’ad Said Ali, Prof Dr Hj AmanyLubis MA, Dr M lsnaeni Ramdhan SH MH, Drs lchsan Loulembah, Moch Nurhasim SIP Msi, Prof Dr Nandang A Deliarnoor SH MHum, Dr H Ma’ruf Cahyono SH MH, Dr Alfitra Salamm, Wisnubroto Ors Psi MM, dan Dr Prasetijono Widjojo MJ MA.
Dalam makalah mereka, tidak ada satu kata pun yang mengusulkan perpanjangan periode atau masa jabatan presiden. ‘’Fokus MPR hanya menghadirkan PPHN, bukan menyusun skenario memperpanjang masa jabatan presiden,’’ tegas Bamsoet.
WN/IWO