INFO WISATA ■ Bali sebagai tujuan destinasi wisata dunia perekonomiannya bertumpu pada sektor pariwisata. Padahal sektor andalan ini sangat rentan terhadap berbagai isu. Salah satunya isu tentang isu penyakit zoonosis yang berdampak pada kunjungan wisatawan.
“Misalnya penyakit rabies, flu burung dan penyakit zoonosis lainnya berpotensi mengancam wilayah Bali, akibat arus barang dan manusia antar negara dan antar wilayah sulit dibatasi,” jelas Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Bali Prof. Dr. Drh. I Ketut Puja M.Kes. didampingi Wakil Ketua Dr. Drh. IKG Nata Kesuma MMA saat ditemui usai Rapat Kerja Cabang PDHI Bali di Denpasar Jumat (15/11).
Pada saat yang bersamaan juga dilantik kepengurusan PDHI Bali Periode 2019-2023.
Lebih jauh Ketut Puja menyatakan, permasalahan rabies Bali, sejatinya telah ada Perda yang mengatur rabies di Bali.
“Namun penerapannya belum maksimal, sehingga Pemerintah Bali harus tegas menegakkan sanksi dalam Perda No.15 tahun 2009 tersebut,” ujar akademisi Unud ini.
Apalagi pengalaman kelam menghadapi penyakit Rabies telah menjadikan Bali darurat rabies. Selain perilaku masyarakat terkait kesehatan hewan, kelembagaan yang mengatur masalah kesehatan hewan belum memadai di lingkup pemerintahan.
“Hal ini harus menjadi perhatian bersama agar Bali dapat terhindar dari kasus-kasus zoonosis,” tegasnya.
Ditambahkannya, dua pertiga penyakit menular pada manusia berasal dari hewan.
“Patogen yang berpotensi berbahaya ini mestinya harus diidentifikasi dan hewan terinfeksi harus diobati sebelum menjadi ancaman bagi kesehatan manusia dan keamanan kesehatan global,” ujar Puja yang juga anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Dirjen PKH, Kementerian Pertanian RI.
"Karena seringkali bencana penyakit menular sangat terkait dengan masalah kesehatan hewan, lingkungan dan manusia. Bencana seperti ini berisiko sangat tinggi,” tegasnya.
Dijelaskan pula bahwa selain kurang tegas menegakkan peraturan, pemerintah dinilai masih belum serius memperhatikan masalah kesehatan hewan. Padahal permasalahan zoonosis dan penyakit emerging sesungguhnya menjadi tanggungjawab lintas sektoral.
“Pemahaman ini memang mudah untuk dibicarakan, namun tidak mudah untuk dilakukan,” jelasnya.
Sarannya dalam menghadapi kompleksitas permasalahan zoonosis ini, semua pihak tidak mengabaikan hubungan antara manusia, hewan, peternakan dan satwa liar, lingkungan sosial dan ekologinya.
“Diperlukan pendekatan terintegratif kesehatan manusia dan hewan dalam konteks sosial dan lingkungan,” tegasnya.
Masalah lainnya adalah permasalahan kelembagaan, dengan adanya perubahan nomenklatur OPD, tampak bidang kesehatan hewan tidak mendapat perhatian. Padahal urusan kesehatan hewan tidak bisa dilakukan oleh OPD lain.
Menurut Ketut Puja penting dibentuk suatu lembaga yang memang dikhususkan untuk menangani dan mengatur masalah kesehatan hewan, lembaga ini harus dipisahkan dari lembaga peternakan yang ada.
Hal ini sesuai dengan PP No.3 tahun 2017, tentang otoritas veteriner dan Permentan Nomor 08 Tahun 2019 Tentang Pejabat Otoritas Veteriner Dan Dokter Hewan Berwenang.
PDHI Cabang Bali dilantik langsung oleh Ketua Pengurus Besar PDHI Drh. Muhammad Munawaroh, MM. Harapannya kedepan dengan dilantiknya pengurus yang baru dapat bersama-sama bergandengan tangan untuk mewujudkan insan medik veteriner yang maju dan unggul.
Rakercab dihadiri oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktur Kesehatan Hewan, Ketua Pengurus Besar PDHI, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bali, Kepala Dinas yang membidangi kesehatan hewan Kabupatan/Kota se-Bali, Direktur Rumah Sakit Hewan, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Kepala Karantina dan undangan lainnya.
(M-A/Red)